Biden Beri Grasi ke Putranya, Partai Demokrat Kecewa!

 

Washington DC - Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden untuk memberikan grasi kepada putranya, Hunter Biden, di akhir masa jabatan menuai kritikan tajam tidak hanya dari kalangan Partai Republik, tapi juga dari kalangan Partai Demokrat yang menaunginya.

Sejumlah anggota parlemen dan Senator dari Partai Demokrat menilai langkah Biden itu telah menetapkan preseden buruk dan menimbulkan keraguan dalam sistem peradilan AS, yang mereka coba pertahankan dari serangan Presiden terpilih AS Donald Trump yang akan menjabat tahun depan.

Biden mengumumkan pada Minggu (1/12) waktu setempat bahwa dirinya telah menandatangani surat pengampunan tanpa syarat untuk putranya, Hunter. Dalam argumennya, Biden meyakini putranya telah dituntut secara selektif dan ditargetkan secara tidak adil oleh lawan-lawan politiknya.

Gedung Putih, dalam pernyataan pada Senin (2/12), membela Biden dengan menyebut sang Presiden AS khawatir lawan-lawan politiknya akan terus mempersekusi Hunter di masa depan. Biden sebelumnya berjanji tidak akan melakukan intervensi terhadap dua kasus pidana yang menjerat putranya.

Banyak sekutu-sekutu politik Biden yang mengakui bersimpati dengan keinginan sang Presiden AS untuk membantu putranya yang bermasalah, namun mereka tidak dapat mendukung tindakan tersebut.

"Sebagai seorang ayah, saya mengerti. Tapi sebagai seseorang yang ingin masyarakat kembali mempercayai layanan publik, ini adalah sebuah kemunduran," ucap salah satu anggota Kongres AS untuk negara bagian Ohio, Greg Landsman, dari Partai Demokrat dalam pernyataannya, seperti dilansir Reuters, Selasa (3/12/2024).

Partai Demokrat masih terpukul atas kekalahan capres mereka, Wakil Presiden Kamala Harris, dalam pilpres November lalu. Sebagian pihak menyalahkan Biden dan keputusannya tetap mencalonkan diri meskipun ada kekhawatiran soal usianya yang menginjak 82 tahun, walaupun dia akhirnya mundur dari pencapresan.

Trump yang memenangkan pilpres AS dan akan kembali ke Gedung Putih awal tahun depan, selama beberapa tahun terakhir mengecam sistem peradilan pidana AS sebagai institusi korup yang dijadikan senjata oleh Partai Demokrat ketika dirinya menghadapi rentetan penyelidikan.

Trump sendiri menjadi Presiden AS pertama yang divonis bersalah atas tindak kejahatan pada awal tahun ini, terkait dakwaan memalsukan dokumen untuk menutupi pembayaran uang tutup mulut terhadap seorang bintang porno menjelang pemilu tahun 2016 lalu. Kini dia berupaya membatalkan vonis kasus tersebut.

Dia juga menghadapi rentetan dakwaan pidana federal dan negara bagian atas perannya dalam upaya membatalkan hasil pemilu tahun 2020 dan serangan terhadap Gedung Capitol AS pada 6 Januari 2021. Dakwaan federal dalam kasus ini telah digugurkan dan kasus di negara bagian Georgia kemungkinan tidak akan dilanjutkan.

Partai Demokrat selama ini dikenal sebagai pembela utama paling vokal dalam memperjuangkan keadilan dan kredibilitas dalam kasus-kasus pidana tersebut. Sekarang banyak yang khawatir jika pengampunan Biden akan memperkeruh suasana politik dan membuat pembelaan partai sebelumnya tampak hampa.

"Keputusan Presiden Biden menempatkan kepentingan pribadi di atas tugasnya dan semakin mengikis keyakinan rakyat Amerika soal sistem peradilan adalah adil dan setara untuk semuanya," kritik Senator AS untuk negara bagian Colorado, Michael Bennet, dari Partai Demokrat.

Anggota Kongres AS dari Partai Demokrat lainnya, Greg Stanton, yang mewakili negara bagian Arizona mengatakan dirinya menghormati Biden, tetapi dia menyebut keputusannya memberikan pengampunan untuk putranya sebagai keputusan yang buruk.

"Ini bukanlah tuntutan yang bermotif politik. Hunter melakukan kejahatan besar, dan telah divonis oleh juri-juri dalam pengadilan," ucap Stanton dalam pernyataannya.

Pembelaan untuk Biden diberikan oleh mantan Jaksa Agung AS Eric Holder, yang menjabat pada era Presiden Barack Obama. Holder, dalam pernyataannya via media sosial X, menyebut tidak ada jaksa AS yang akan menjeratkan dakwaan semacam itu terhadap Hunter mengingat fakta-fakta yang ada.

"Setelah penyelidikan selama lima tahun, fakta yang ditemukan semakin memperjelas hal tersebut. Jika namanya adalah Joe Smith, maka resolusi tersebut -- secara fundamental dan lebih adil -- akan menjadi kemunduran. Pengampunan diperlukan," kata Holder dalam pernyataannya.

Sumber : detik 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel