Media Asing Sorot Reformasi Jokowi-Modal Prabowo Bawa RI Lepas Jebakan

 

Jakarta - Media asing baru-baru ini menyoroti tantangan yang dihadapi Indonesia dalam menghindari jebakan kelas menengah. Laporan tersebut juga menyinggung peran Prabowo Subianto sebagai Presiden yang akan dilantik bulan ini.

Dalam laporan CNBC International berjudul Fearful of the 'middle-income trap,' Indonesia pushes for major policy reform itu, Indonesia disebut sukses mencetak ekonomi baru di Asia. 

Namun, kini menghadapi tantangan untuk terus tumbuh di atas tingkat rata-rata global. 

Di sisi lain, ada ambisi Indonesia yang tertuang dalam "Indonesia Emas 2045". Sebuah rencana besar yang bertujuan untuk mentransformasi negara ini menjadi masyarakat berpendapatan tinggi. Pada peringatan 100 tahun kemerdekaannya, Indonesia berharap dapat menciptakan tenaga kerja yang terampil dan upah yang lebih tinggi serta menurunkan angka kemiskinan.

Artikel itu mengutip Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mengingatkan, meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5% per tahun lebih tinggi dari rata-rata dunia, angka tersebut masih belum cukup untuk mencapai kemajuan yang diinginkan.

Sri Mulyani menekankan, untuk melanjutkan perjalanan Indonesia menjadi negara berpenghasilan tinggi, investasi pada modal manusia harus ditingkatkan. "Untuk melanjutkan perjalanan kita [sebagai negara berpendapatan menengah yang bercita-cita menjadi negara berpendapatan tinggi] ... dengan pertumbuhan tinggi yang didasarkan pada produktivitas tinggi, kita harus berinvestasi lebih banyak pada modal manusia," ungkap Sri Mulyani dalam wawancara dengan CNBC's Squawk Box Asia, dikutip Sabtu (5/10/2024).

Laporan dari International Monetary Fund (IMF) yang dirilis pada bulan Agustus menyoroti aspirasi Indonesia untuk meningkatkan nilai tambah melalui peningkatan rantai nilai produksi. Laporan ini juga menyebut perlunya pembangunan infrastruktur dan reformasi kelembagaan untuk mendukung pertumbuhan yang seimbang, hijau, dan berkeadilan.

Jokowi Buka Jalan

Meskipun Indonesia mengalami pergantian kekuasaan politik pada awal tahun ini, ambisi negara untuk mencapai status negara berpenghasilan tinggi tetap terjaga. Pada bulan Februari, lebih dari 200 juta warga RI memilih Prabowo Subianto sebagai Presiden menggantikan Joko Widodo, yang telah memimpin selama satu dekade.

Prabowo Subianto, yang akan memulai masa jabatannya pada bulan Oktober untuk lima tahun ke depan, berjanji untuk melanjutkan usaha menuju ekonomi berpenghasilan tinggi. "Presiden terpilih Subianto berjanji untuk melanjutkan upaya menjadikan Indonesia sebagai negara berpenghasilan tinggi," lapor CNBC.com.

Reformasi ekonomi yang telah dilakukan oleh Presiden Jokowi, seperti mempermudah proses perekrutan dan pemecatan pekerja serta reformasi hak penggunaan lahan, dianggap akan membantu pencapaian visi besar Indonesia.

"Widodo menerapkan serangkaian reformasi ekonomi, yang paling terlihat adalah mempermudah proses perekrutan dan pemecatan pekerja baru. Mereka juga melakukan reformasi hak penggunaan lahan," kata Gareth Leather, ekonom senior di Capital Economics, kepada CNBC.com.

Belum Memadai

Meski begitu, Leather mengakui masih ada beberapa aspek yang perlu diperbaiki dalam perekonomian Indonesia. "Indonesia masih melakukan beberapa hal yang salah. Infrastruktur belum memadai. Korupsi masih menjadi masalah. Tetapi mereka bergerak ke arah yang benar," tambahnya.

Sri Mulyani berharap Indonesia dapat menghindari "jebakan kelas menengah," sebuah kondisi di mana negara-negara berpenghasilan menengah gagal untuk naik ke level negara berpenghasilan tinggi. Menurutnya, reformasi kebijakan besar-besaran diperlukan untuk mencapai tujuan ini.

"Banyak upaya pemerintah, termasuk anggaran fiskal kita, dialokasikan secara signifikan untuk pendidikan, kesehatan, dan [jaring pengaman sosial]," ujar Sri Mulyani kepada CNBC.

Temuan IMF mendukung pernyataan Sri Mulyani, yang mengatakan, untuk mencapai status berpenghasilan tinggi, Indonesia memerlukan "reformasi struktural yang luas dan berkelanjutan." Stabilitas ekonomi yang telah dibangun juga harus dijaga untuk memastikan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi.

Laporan lain yang diterbitkan oleh Lowy Institute, sebuah lembaga think tank berbasis di Australia, pada bulan Juli, juga menyoroti kemajuan yang telah dicapai oleh Indonesia. Laporan tersebut menyatakan bahwa digitalisasi program kesejahteraan sosial dan inisiatif subsidi pangan serta energi telah berkontribusi pada pengurangan kemiskinan yang signifikan, dengan kurang dari 10% penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan internasional pada tahun 2023.

Reformasi Pajak dan Ketenagakerjaan

Reformasi perpajakan dan tenaga kerja yang mempermudah perusahaan merekrut dan memberhentikan pekerja juga menjadi bagian penting dari upaya rekayasa ekonomi Indonesia.

"Langkah-langkah tersebut adalah langkah yang tepat," kata Leather dalam wawancara dengan CNBC.

Sebelum reformasi, perusahaan yang ingin memberhentikan pekerja di Indonesia harus membayar pesangon hingga 60 minggu, yang jauh lebih tinggi dibandingkan negara lain. "Jika Anda adalah seorang investor manufaktur yang mencari lokasi di Asia, dan melihat betapa tidak fleksibelnya tenaga kerja, hal ini bisa membuat Anda ragu," jelas Leather.

Meski begitu, Leather tetap optimis terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun ke depan. "Jika Indonesia terus tumbuh sebesar 5-6% selama dekade berikutnya, itu adalah kinerja yang layak," katanya kepada CNBC.

Sri Mulyani, bagaimanapun, tetap waspada terhadap tantangan yang ada di depan. Dia menekankan bahwa masih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan, meskipun banyak pencapaian telah diraih meski dihadang pandemi Covid-19 dan fragmentasi geopolitik.

Sumber : CNBC 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel