Netanyahu Buka Suara Israel Bunuh Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh

 

Jakarta - Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu akhirnya memberikan pernyataan soal sejumlah serangan yang dilakukan Israel di Timur Tengah, Selasa hingga Rabu kemarin. 

Diketahui Israel melakukan serangan udara di Beirut Lebanon yang menewaskan seorang pimpinan senior Hizbullah, Fuad Shukr, dan terakhir diyakini terlibat dalam pembunuhan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh.

Netanyahu mengatakan Israel telah memberikan pukulan telak kepada proksi Iran selama beberapa hari terakhir, termasuk Hamas dan Hizbullah. Namun, ia tidak menyebutkan pembunuhan Haniyeh, secara tegas di mana kejadian itu telah memicu ancaman balas dendam terhadap Israel dan semakin meningkatkan kekhawatiran bahwa konflik di Gaza berubah menjadi perang Timur Tengah yang lebih luas.

"Warga Israel, hari-hari yang penuh tantangan menanti di depan," katanya dalam pidato di televisi, dikutip Reuters dan NBC, Kamis (1/10/2024).

"Sejak serangan di Beirut, ancaman terdengar dari segala arah. Kami siap menghadapi skenario apa pun dan kami akan bersatu dan bertekad melawan ancaman apa pun. Israel akan menuntut harga yang mahal atas agresi apa pun terhadap kami dari arena mana pun," tambahnya.

Khusus serangan Beirut, sebenarnya serangan itu terkait pemboman di Dataran Tinggi Golam, yang dianeksasi dari Suriah tahun 1960-an. Setidaknya 12 anak dan remaja suku Arab Druze menjadi korban.

Meski Hizbullah tak mengakui serangan, Netanyahu mengaku melakukan hal tersebut untuk "membalas pembunuhan anak-anak kami". Di sisi lain, warga Druze sendiri- yang kebanyakan bahkan tak memiliki kartu kewarganegaraan Israel- sempat mengatakan tak mau terlibat peperangan apapun.

"Kami telah menyelesaikan masalah kami dengan Mohsen dan kami akan menyelesaikan masalah kami dengan siapa pun yang menyakiti kami," katanya menggunakan nama samaran Shukr.

"Siapa pun yang membunuh anak-anak kami, siapa pun yang membunuh warga negara kami, siapa pun yang menyakiti negara kami, kepalanya akan dihantam dengan harga tertentu," ujarnya.

Kematian Haniyeh 'Hadiah' Perang Netanyahu?

Sementara itu, analis menilai pembunuhan itu-terutama Haniyeh- memiliki tujuan politik bukan tujuan strategis. Bahkan ini dianggap sebagai "hadiah" perang Netanyahu.

"Kebijakan pembunuhan Israel saat ini lebih berfungsi sebagai mekanisme untuk membangkitkan semangat masyarakatnya sendiri, bukan benar-benar mengubah sikap politik atau militer musuh-musuhnya", tulis seorang analis Palestina di Universitas Birzeit, Abboud Hamayel.

"Netanyahu membutuhkan hadiah perang sejak awal", tambah analis lain dari Institut Penelitian dan Studi Mediterania dan Timur Tengah, Agnes Levallois.

Sementara itu seorang analis untuk International Crisis Group, Mairav Zonszein. mengatakan pembunuhan Haniyeh tidak akan memengaruhi posisi politik Netanyahu dalam jangka panjang. Ia tetap tak akan disukai warganya sendiri.

"Bahkan jika banyak orang Israel senang dengan pembunuhan itu ... Saya tidak berpikir itu mengubah fakta bahwa sebagian besar masyarakat masih menginginkannya turun", kata Zonszein

"Namun bisa saja dapat membangun narasi kemenangan dan kelangsungan hidup politik bagi Netanyahu," tambahnya.

Gagalnya Negosiasi Gaza?

Kematian Haniyeh dapat menggagalkan proses negosiasi untuk gencatan senjata di Gaza. Ia merupakan sosok pengawas dalam proses perdamaian itu.

Negosiasi selama berbulan-bulan yang dimediasi oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat (AS) antara Hamas dan Israel disebut telah gagal untuk mengamankan gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera. Dari 251 sandera yang disandera pada tanggal 7 Oktober, 111 masih ditahan di Gaza, termasuk 39 yang telah dipastikan tewas oleh militer Israel.

"Jika Haniyeh dikeluarkan sekarang, sulit untuk melihat bagaimana hal itu akan menghasilkan sesuatu selain radikalisasi lebih lanjut dalam gerakan tersebut", kata Hugh Lovatt, seorang analis di Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri.

"Haniyeh memang mewakili arus yang lebih moderat dan pragmatis dalam Hamas", katanya.

"Paling tidak, itu berarti bahwa kesepakatan gencatan senjata dengan Israel sekarang sama sekali tidak mungkin," imbuh Lovatt.

Perlu diketahui, serangan Israel ke Gaza telah menewaskan sedikitnya 39.445 orang. Sebagian besar korban jiwa adalah anak-anak dan dewasa.

Sumber : CNBC 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel