Mengulas Probabilitas Ide 'Gila' RK di Jakarta

 

Jakarta - Bakal Calon Gubernur Jakarta, Ridwan Kamil (RK) memiliki ide untuk membangun apartemen di atas jalan. Menurutnya ini merupakan ide gila karena belum pernah diterapkan di Indonesia.

"Saya punya ide gila lagi pak, yang kalau aturan mengizinkan, ini akan saya terapkan pertama di Indonesia. Membangun apartemen di atas jalan," ucap RK di Kantor DPD Demokrat Jakarta, Jumat (23/8/2024).

Ia menilai, model hunian seperti itu dapat menghemat lahan di Jakarta. Model bangunan yang berada di atas ruas jalan ini sudah sering ditemukan di luar negeri.

"Kan jalan juga adalah lahan, cuma bentuknya jalan. Kan boleh bikin ada bangunan ngangkang. Di luar negeri sudah biasa. Jadi di bawah tol kota mobil lewat, di atas orang lagi work from home gitu," jelas RK.

Menanggapi hal tersebut, CEO Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda mengatakan, membangun apartemen di atas jalanan Jakarta akan sulit dilakukan. Karena, hal itu tidak sesuai dengan perizinan dari aturan yang ada.

"Harusnya secara perizinan tidak dimungkinkan bangunan berada di atas fasilitas umum," katanya Senin (26/8/2024).

Belum lagi, kata Ali, status kepemilikan lahannya akan menjadi pertanyaan besar, baik untuk jalan dan juga untuk bangunan apartemen. Ia menilai, apabila hanya dibangun seperti jembatan penyeberangan masih bisa dilakukan, namun untuk membangun apartemen di atas jalan akan sulit dilakukan.

Senada, Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Nirwono Yoga menilai membangun apartemen di atas jalanan akan sulit dilakukan karena tidak sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang ada. Jika hal itu ingin dilakukan, maka RDTR harus diubah.

"Setahu saya, di rencana tata ruang kita itu tidak pernah merekomendasikan ada bangunan di tengah jalan. Di dalam RDTR kita tidak ada. Kemudian yang kedua, di dalam Undang-undang Jalan, karena dibangun di atas jalan, tidak ada pasal yang menyebutkan bahwa di atas jalan tadi boleh dibangun bangunan. Karena di dalam Undang-undang Jalan disebutkan bahwa namanya jalan ya dikhususkan untuk kelancaran lalu lintas kendaraan," ujarnya ketika dihubungi detikcom.

Selanjutnya, ada juga masalah peruntukkan terkait status kepemilikan unit apartemen. Sebab, jalanan tersebut merupakan fasilitas umum untuk publik sementara unit apartemen nantinya akan menjadi milik individu.

"Kalau ada bangunan di situ, saya bayangin di tengah jalan yang lebar, kalau jalannya sempit jadi ruangnya sempit. Atau bahkan bangunan di tengah jalan tol, itu yang jadi masalah utamanya adalah masalah kepemilikan sama peruntukkan lahannya," ungkapnya.

Maka dari itu, apabila ide RK ini benar-benar ingin dilakukan perlu ada kajian terlebih dahulu. Aturan yang ada juga harus dipatuhi. Sebab, apabila peraturan atau undang-undang yang ada direvisi, maka akan berlaku tidak hanya di Jakarta saja, melainkan seluruh daerah.

"Jadi jangan lupa kalau bangun sesuatu di Jakarta, jangan terlalu sempit memikirkan ini hanya berlaku di Jakarta. Karena bagaimana pun juga Jakarta menjadi model pembangunan kota-kota di Indonesia. Saya justru tidak membayangkan kalau model ini ditiru di Bandung, di Surabaya, dan sebagainya. Artinya, dampaknya tidak semudah itu," paparnya.

Yoga menambahkan, apabila ide tersebut direalisasikan, bukan tidak mungkin menyebabkan APBD Jakarta membengkak. Tak hanya itu, ia memperkirakan akan ada masalah sosial juga karena akses jalannya akan tertutup saat pembangunan apartemen dilakukan. Hal ini bisa saja menimbulkan polemik ke depannya.

Respons Kementerian PUPR

Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR, Triono Junoasmono mengatakan ide apartemen di atas jalan secara teknis memungkinkan di Jakarta. Namun, secara pembiayaan pembangunan memungkinkan atau tidak, harus melihat dari model bangunan itu sendiri.

"Secara teknis memungkinkan, secara teknis. Belum bisa kita jawab (biaya pembangunan) karena itu kan tergantung strukturnya seperti apa," kata Triono atau yang kerap disapa Yongki saat menghadiri acara Seminar Transit Oriented Development bersama Japan Housing Finance Agency di Jakarta pada Senin (26/8/2024).

Lebih lanjut, Yongki mengatakan model apartemen di atas jalan sudah banyak ditemukan di luar negeri seperti di Hong Kong dan Jepang karena keterbatasan lahan.

"Sebenernya, konsep ini sudah ada di negara yang maju ya. Di Hongkong, di Jepang, sudah ada seperti itu, karena itu ada batasan lahan," ujarnya.

Jakarta juga tidak menutup kemungkinan membangun bangunan serupa mengingat semakin mahalnya harga lahan. Kemudian, saat ini sudah banyak jalan layang di mana jalanan tidak lagi menyentuh tanah.

"Di kota-kota besar terutama, itu lahan juga semakin lama semakin mahal dan bisa lihat sendiri kan, bahkan jalan sekarang udah ada yang bukan persis di tanah, tapi udah di atas. Nah bukan nggak mungkin nanti ke depan juga dengan semakin sulitnya lahan, pembangunan rumah dan sebagainya bisa seperti itu. Di atas jalan, di atas pasar mungkin," jelasnya.

Saran Pengamat Tata Kota

Yoga mengatakan, revitalisasi gedung-gedung pasar yang ada bisa menjadi cara untuk menyediakan rumah dengan harga yang terjangkau. Jadi, bagian bawahnya masih berupa pasar lalu pada bagian atasnya merupakan rumah susun.

"Pasar itu selalu berada di lokasi yang sangat strategis. Seluruh pasar di Jakarta itu selalu berada di dekat persimpangan, dekat jalur utama, dekat dengan transportasi publik, artinya secara lokasi kalau kita bicara properti, itu sangat strategis," katanya.

Selain itu, area pasar juga berada di bawah otoritas Pemerintah Daerah Jakarta sehingga lebih mudah untuk penggunaan lahan dan perizinannya. Tantangan selanjutnya hanyalah membuat rancangan bangunan tersebut.

Tak hanya itu, Yoga menilai dengan membangun rusun TOD juga bisa menjadi solusi hunian. Pemerintah bisa bekerja sama dengan PT KAI untuk mengelola lahan yang ada di dekat stasiun kereta.

"Itu malah lebih mungkin. Intinya kan tidak perlu pembebasan lahan, kita optimalkan seluruh aset negara. Aset negara kan ada dua, aset milik Pemda DKI dan Pemerintah Pusat. Apalagi kalau ibu kota pindah, seluruh aset negara akan di bawah pengelolaan Pemprov DKI, bukan di pusat. Karena kan pemerintah akan dipindahkan ke Nusantara kalau memang benar-benar Keppresnya disebutkan nanti pemindahannya nanti, termasuk gedung-gedung Kementerian nanti (dikelola Pemprov Jakarta)," jelasnya.

Sumber : detik 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel