Sri Mulyani Beber Biang Kerok Investasi Lesu Usai Dikeluhkan Sandiaga

 

Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani membongkar alasan investasi saat ini lesu, usai dikeluhkan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno.

Wanita yang akrab disapa Ani itu mengatakan lesunya investasi terjadi karena kenaikan suku bunga. Ia menjelaskan bank sentral negara-negara lain mengerek suku bunga acuan menjadi sangat tinggi dalam waktu sekejap.

Ani mencontohkan bagaimana The Fed mengatur suku bunga di Amerika Serikat (AS) dalam waktu 18 bulan terakhir. Kenaikannya cukup pesat sebesar 500 basis point (bps) ke angka 5,25 persen dalam rentang waktu tersebut.

"Tingginya tingkat suku bunga mempengaruhi investasi secara langsung. Keinginan untuk berinvestasi pun terpengaruh," ungkap Ani dalam International Tourism Investment Forum (ITIF) 2024 di Jakarta Utara, Rabu (5/6).

"Jadi, ketika Anda semua mempertanyakan mengapa investasi melambat, karena cost of the investment borrowing menjadi lebih tinggi. Itu menciptakan risk averse (tindakan menghindari risiko)," jelasnya.

Sebelum penjelasan Sri Mulyani tersebut, ada keluhan dari Sandiaga mengenai investasi di Indonesia. Ia menyebut suntikan modal tersebut sangat kurang, khususnya di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

Sandi juga mengutip pernyataan Executive Director UN Tourism Natalia Bayona terkait minat investasi di sektor tersebut.

"Tantangan kami, seperti yang disebutkan Natalia, adalah underinvesting di sektor ini (pariwisata). Kami butuh lebih banyak investasi," curhat Sandi.

Ia mengatakan investasi yang masuk di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif pada 2023 lalu mencapai US$3,6 miliar atau setara Rp58,6 triliun (asumsi kurs Rp16.281 per dolar AS). 

Meski ini sudah melampaui target sebesar US$2,6 miliar alias terealisasi 114,33 persen, Sandi mengaku sebenarnya capaian tersebut masih kurang.

Ia merasa tak puas dengan capaian tersebut. Ia mengatakan investasi tersebut sekitar 80 persennya hanya terpusat pada hotel, restoran, dan kafe.

"Kami butuh lebih banyak investasi pada ekosistem, termasuk untuk pengembangan produk pariwisata berkelanjutan dan pariwisata yang berbasis masyarakat inklusif," tuturnya.

"Kami sebenarnya membutuhkan investasi lebih dari US$15 miliar hingga US$20 miliar (setara Rp325 triliun)," ungkap Sandi.

Sumber : CNN 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel