Bamsoet: Undang-Undang Desa Tempatkan Desa Subjek Pembangunan
Thursday, June 27, 2024
Jakarta - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menuturkan kehadiran Undang-Undang Desa telah merestorasi peran dan eksistensi desa secara fundamental.
Filosofinya bersumber pada amanat konstitusi, khususnya pasal 18B ayat (1) yang menyatakan bahwa 'Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang'.
"Semangat yang mengemuka dari hadirnya Undang-Undang Desa adalah semangat pemberdayaan desa, dengan menempatkan kembali desa sebagai arena dan subyek pembangunan.
Yaitu pembangunan yang berbasis pada prakarsa desa, penguatan partisipasi masyarakat desa dalam pengembangan potensi dan pemanfaatan aset desa, serta terbentuknya pemerintahan desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggungjawab," kata Bamsoet dalam keterangan, Kamis (27/6/2024).
Hal itu diungkapkan olehnya usai menerima Pengurus Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MN KAHMI) bidang Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi di Jakarta, hari ini. Pengurus MN KAHMI bidang Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang hadir antara lain Ketua Bidang Abukasim, Bendahara Umum Presidium KAHMI Sabaruddin, Ketua Departemen Muh Ma'sum dan Tata Suharta, anggota AM Yusuf Ismail dan Sitti Nurfitriana.
Bamsoet Dukung Penyelenggaraan Sekolah Virtual Kebangsaan Gagasan LDII
Bamsoet menjelaskan patut disyukuri bahwa implementasi dari Undang-Undang Desa telah mendorong kemajuan desa dari berbagai aspek.
Ini tercermin dari data statistik yang menunjukkan semakin meningkatnya jumlah desa mandiri (desa sembada) dan desa maju (desa pra-sembada). Di saat bersama, semakin menurunnya jumlah desa berkembang (desa madya) dan desa tertinggal (desa pra-madya).
"Sebagai gambaran, pada tahun 2019, jumlah desa dengan kategori maju tercatat sebanyak 8.647 desa, dan jumlah desa mandiri sebanyak 840 desa.
Pada tahun 2023, jumlah desa maju telah meningkat drastis mencapai 23.030 desa, sedangkan jumlah desa mandiri meningkat hingga 11.456 desa. Pada periode yang sama, jumlah desa dalam kategori berkembang mengalami penurunan dari 38.185 desa menjadi 28.752 desa, dan jumlah desa tertinggal juga turun dari 17.6262 desa menjadi 6.803 desa," tutur Bamsoet.
Bamsoet memaparkan gambaran statistik tersebut adalah bukti nyata bahwa kehadiran Undang-Undang Desa membawa dampak positif pada pembangunan desa.
Meskipun demikian, penguatan kewenangan desa, termasuk di dlamnya pengelolaan dana desa yang bersumber dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN), harus diatur dalam mekanisme yang mengedepankan prinsip efisiensi dan efektivitas, tanpa melupakan aspek transparansi dan akuntabilitas.
"Ini penting, mengingat berdasarkan catatan Komisi Pemberantasan Korupsi tahun 2022 yang lalu, kasus terkait pengelolaan keuangan desa masuk dalam daftar tiga besar korupsi terbanyak di Indonesia. Dengan jumlah 601 kasus korupsi yang melibatkan 686 tersangka berasal dari aparatur desa," jelas Bamsoet.
Bamsoet mengingatkan kembali ucapan Bung Hatta, bahwa 'Indonesia tidak akan besar karena obor di Jakarta, tapi Indonesia akan bercahaya karena lilin-lilin di desa'. Menurutnya, pernyataan Bung Hatta tersebut jelas memiliki pesan bahwa membangun Indonesia tidak boleh melupakan eksistensi desa.
"Pembangunan harus mengedepankan aspek pemerataan. Kesenjangan dalam pembangunan hanya akan mencederai cita-cita kebangsaan, sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi, yaitu memajukan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali," tutup Bamsoet.
Sumber : detik