Teror' Telepon hingga Mutasi Bila Permintaan SYL Tak Dituruti

 

Jakarta - Kesaksian demi kesaksian tentang ulah Syahrul Yasin Limpo (SYL) selama menjabat sebagai Menteri Pertanian (Mentan) muncul di persidangan. Pejabat di Kementan disebut harus menerima konsekuensi mutasi jabatan bila tak menuruti permintaan SYL.

Keterangan mengenai konsekuensi mutasi jabatan tersebut diungkapkan oleh Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (PSP Kementan), Ali Jamil Harahap, dalam sidang kasus pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian dengan terdakwa Syahrul Yasin Limpo, Direktur Kementan nonaktif Muhammad Hatta, dan Sekjen Kementan nonaktif Kasdi Subagyono di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (13/5/2024).

Ali mengungkap soal adanya 'teror' telepon jika permintaan kebutuhan SYL belum dipenuhi. Telepon itu dilakukan terus menerus oleh Sekjen Kementan nonaktif Kasdi Subagyono.

"Terkait permintaan ini jika tidak dipenuhi ada konsekuensinya?" tanya Jaksa KPK.

"Yang pasti kalau ini belum sampai pada saat yang ditentukan, kita ditelepon lagi," jawab Ali.

"Ditelepon lagi gimana maksudnya?" tanya jaksa.

"Seperti misalnya Sesditjen atau kami 'Mana itu kenapa belum datang?" jawab Ali.

Konsekuensi Tak Turuti Permintaan SYL

Jaksa lalu bertanya apakah ada pejabat yang pernah kena sanksi gara-gara tidak menuruti permintaan SYL. Ali pun menjawab ada yang pernah di-nonjob-kan.

"Kemudian apakah sepengetahuan bapak apakah ada pihak yang pernah mendapatkan konsekuensi tersebut karena tidak memenuhi permintaan?" tanya jaksa.

"Yang langsung terkait itu kami tidak bisa jawab. Cuma misalnya kalau dari kinerja termasuk itu salah satu direktur kami pernah diberhentikan," jelas Ali.

Jaksa lalu membacakan BAP Ali. Dalam BAP itu, Ali mengaku terpaksa menuruti kemauan SYL.

"'Saya menuruti permintaan uang yang dibebankan ke Eselon I karena terpaksa. Karena ada beberapa kejadian apabila tidak dituruti, maka Kasdi Subagyono akan menelepon terus sampai kebutuhan Syahrul Yasin Limpo diselesaikan'. Benar seperti itu? Ini keterangan saudara?" tanya jaksa.

"Siap," jawab Ali.

Jaksa kemudian melanjutkan membaca BAP. Saksi menyebutkan bawahannya pernah di-nonjob-kan lantaran tidak menuruti keinginan SYL.

"'Selain itu, juga apabila masih tetap tidak diselesaikan maka akan dipindahkan dan di-nonjob-kan. Hal ini terjadi seperti yang saya ketahui kepada Musyafak Kepala Biro Umum saat itu di-nonjob-kan dan tidak diberi jabatan karena tak memenuhi kebutuhan Syahrul Yasin Limpo. Selain itu Erwin Direktur Perluasan dan Perlindungan Lahan Ditjen PSP yang saat itu bawahan saya di-nonjob-kan karena tidak loyal, sehingga dengan kejadian itu saya jadi terpaksa memberikan apa yang diminta oleh Syahrul Yasin Limpo melalui Kasdi Subagyono'. Benar seperti itu?" tanya jaksa.

"Siap," jawab Ali.

Cerita Dirjen Kementan Dianggap Tak Loyal
Cerita mengenai kelakukan SYL juga datang dari Dirjen Peternakan Kesehatan Hewan Kementan, Nasrullah. Dia mengaku pernah diancam lantaran dirinya dianggap telat menyerahkan uang setoran kepada SYL.

Mulanya, Jaksa KPK mempertanyakan alasan Nasrullah mau menuruti permintaan SYL. Nasrullah mengaku hanya berusaha menjalankan perintah dari SYL. Nasrullah mengatakan dirinya dapat dianggap tidak loyal jika tidak menjalankan perintah tersebut.

"Ada nggak bapak, pernah bapak kalau bahasa hukum prestasinya tidak sesuai yang diharapkan. Misalnya urunannya tidak sesuai dengan jumlahnya. Ada kan bapak bilang. Pada saat itu tegurannya ada nggak langsung?" tanya jaksa.

"Tidak ada, karena mungkin dianggap saya sudah berkontribusi," jawab Nasrullah.

Jaksa lalu membacakan BAP Nasrullah. Dalam BAP itu, disebutkan jika Nasrullah pernah diancam dan dipaksa lantaran tidak menuruti perintah.

"Izin Yang Mulia, saya membacakan BAP saksi di halaman 31, 'saya pernah menerima ancaman dan paksaan dari SYL secara tidak langsung saat menjabat sebagai Dirjen Peternakan, karena saya sering terlambat atau sepenuhnya tidak mengikuti perintah untuk memenuhi kebutuhan nonbudgeter'," kata jaksa.

"'Seingat saya kejadian itu sekitar bulan Juli 2022, saat SYL mengumpulkan eselon I di Kementerian kemudian di ruang transit tamu gedung Kementan. Kemudian SYL memberikan arahan, selanjutnya yang bersangkutan dengan nada marah menujnuk saya sambil berbicara dengan kalimat 'kamu itu kurang loyal'. Bapak bilang tadi representasi loyalitas bapak, tapi masih dianggap kurang loyal bagi dia," sambung jaksa.

Dalam BAP, Nasrullah menuturkan dirinya hanya terdiam ketika ditunjuk-tunjuk oleh SYL. Setelah kejadian itu, Sekjen Kementan Kasdi Subagyono lalu memanggil Nasrullah.

"'Kasdi menyampaikan kepada saya bahwa peristiwa saya ditunjuk SYL adalah suatu bentuk kemarahan yang bersangkutan kepada saya karena saya dianggap kurang loyal. Pemahaman saya kurang loyal yang dimaksud yaitu sering terlambat memenuhi kebutuhan nonbudgeter," kata jaksa membaca BAP Nasrullah.

Lebih lanjut, dalam BAP, Nasrullah menjelaskan di beberapa kesempatan SYL selalu menyampaikan jika dirinya diminta untuk mengevaluasi pihak tidak loyal. Nasrullah mengatakan SYL lalu meminta Kasdi untuk mengevaluasi jabatan.

"'Di beberapa kali komunikasi antara Kasdi dengan saya saat menagih uang setoran dana operasional keperluan SYL, yang bersangkutan menyampaikan agar saya cepat menyetor iuran sesuai dengan pembagian yang dibebankan kepada Ditjen. Dan setiap penyampaian kepada saya selalu dibilang "bapak, Pak Menteri marah kepada bapak karena bapak selalu terlambat menyetor uang pemerintahan untuk beliau".' Ini benar keterangan saudara?" tanya jaksa.

"Iya pak," jawab Nasrullah.

Sebagai informasi, SYL didakwa menerima melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar. Dia didakwa bersama dua eks anak buahnya, yakni Sekjen Kementan nonaktif Kasdi dan Direktur Kementan nonaktif M Hatta. Kasdi dan Hatta diadili dalam berkas perkara terpisah.

Sumber : detik 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel