Mahfud MD: 3 Hakim Bisa Langsung Diberhentikan Jika RUU MK Disahkan

 

Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai sejumlah hakim konstitusi bisa mendadak diberhentikan lembaga pengusulnya jika RUU MK disahkan.

Sejumlah hakim yang dimaksud Wakil Ketua MK Saldi Isra dan Juru Bicara Hakim MK Enny Nurbaningsih yang datang dari lembaga pengusul Presiden, serta Ketua MK Suhartoyo yang datang dari lembaga pengusul MA.

Oleh sebab itu, Mahfud mengaku saat menjabat Menko Polhukam dalam kabinet pemerintahan Jokowi, dirinya menolak pembahasan RUU itu karena dikhawatirkan mengganggu independensi hakim jelang Pilpres 2024.

"Saya menolak pengesahan RUU MK itu, terutama terkait peraturan peralihan pasal 87, karena waktu itu isinya menurut saya tidak umum. Yang umum itu kalau ada aturan baru, yang sudah ada itu dianggap sah sampai selesainya masa tugas," kata Mahfud dalam keterangan video yang disiarkan via fitur reel Instagram miliknya, dikutip Rabu (15/5).

"Di RUU itu disebutkan dengan berlakunya UU itu maka hakim MK yang sudah menjadi hakim lebih lima tahun dan belum 10 tahun itu, akan atau harus dimintakan konfirmasi ke lembaga yang mengusulkannya. itu saya tidak setuju waktu itu, karena bisa mengganggu independensi hakim MK, pada waktu itu sedang menjelang pilpres [Pilpres 2024]," imbuh eks Cawapres nomor urut 3 tersebut.

Konsekuensi pemberhentian hakim secara mendadak oleh pengusulnya merujuk pada bunyi klausul Pasal 23A RUU MK yang mengatur soal evaluasi hakim mahkamah.

Pasal itu menyebutkan hakim mahkamah maksimal hanya bisa menjabat selama 10 tahun dan dievaluasi setiap lima tahun. Artinya, setiap lima tahun, hakim MK wajib dikembalikan ke lembaga pengusul yakni Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung untuk dievaluasi kembali.

"Hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, setelah lima tahun menjabat wajib dikembalikan ke lembaga pengusul yang berwenang untuk mendapatkan persetujuan untuk melanjutkan jabatannya," demikian bunyi ayat (2) Pasal 23A RUU MK.

Sementara pada Pasal 87 RUU MK terkait mekanisme peralihan berdampak konsekuensi bagi Saldi, Enny, dan Suhartoyo untuk bisa dievaluasi sebab ketiganya sudah menjabat lebih dari lima tahun, dan kurang dari 10 tahun.

Jika tidak ditarik atau dihentikan, Suhartoyo akan memasuki masa pensiun sebagai hakim MK pada tahun depan. Sedangkan, Saldi menyisakan masa jabatan hingga 2027 dan Enny hingga 2028.

Pasal 87 RUU MK menyebut hakim konstitusi yang telah menjabat selama lima tahun dan kurang dari 10 tahun hanya dapat melanjutkan masa jabatannya terhitung sejak tanggal penetapan dirinya sebagai hakim MK, dan dengan syarat disetujui lembaga pengusul.

Mahfud menilai jika lembaga pengusul masing-masing itu memutuskan Saldi, Enny, dan Suhartoyo tetap bekerja, maka itu bagian dari politik etis.

"Itu bisa menjadi politik etis bagi pemerintah, untuk menunjukkan 'bahwa kami tidak akan mecat kok, meski aturannya begitu'. Meskipun, saya tidak tahu perkembangan berikutnya [dari berlakunya RUU MK tersebut]," ujarnya.

Selain tiga hakim yang disinggung Mahfud itu, enam hakim lainnya tidak kena konsekuensi dari aturan peralihan dalam RUU MK bila disahkan jadi undang-undang.

Enam hakim itu adalah Anwar Usman dan Ridwan Mansyur berasal dari lembaga pengusul MA. Kemudian Daniel Yusmic dari lembaga pengusul Presiden. Lalu, Arief Hidayat, Arsul Sani, dan Guntur Hamzah dari lembaga pengusul DPR.

Pasalny, Anwar telah menjabat lebih dari 10 tahun yakni sejak 2011 lalu, dan akan pensiun 3 tahun lagi. Arief juga sudah lebih dari 10 tahun jadi hakim MK sejak 2013 silam dan akan pensiun dua tahun lagi.

Sisanya baru menjabat sebagai hakim MK kurang dari lima tahun yakni Daniel sejak 2020, Guntur sejak November 2022, Ridwan Mansyur sejak November 2023, Arsul pada awal tahun ini.

Sebelumnya, Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Komisi III DPR diam-diam menggelar rapat pengesahan tingkat satu dan menyepakati revisi UU MK perubahan keempat dibawa ke tingkat dua. Revisi UU MK kini selangkah lagi disahkan menjadi UU.

Sebenarnya, pengesahan revisi UU MK sempat ditunda lantaran menuai penolakan sejumlah pihak. Namun, kini dilanjutkan dengan memuat pasal-pasal yang dianggap problematik. Mulai dari evaluasi hakim oleh lembaga pengusul hingga memasukkan unsur perwakilan lembaga di MKMK.

Sumber : CNN 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel