Respons Anies soal Amicus Curiae Megawati: Pesan yang Amat Kuat

 

Jakarta - Anies Baswedan menanggapi soal pandangan Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri yang mengajukan sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan dalam sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK). Anies menganggap pesan yang disampaikan Megawati harus menjadi perhatian bagi MK.

"Ini menggambarkan bahwa situasinya memang amat serius dan seperti kami sampaikan pada saat pembukaan persidangan di MK bahwa ini Indonesia di persimpangan jalan," kata Anies mengawali tanggapannya, Rabu (17/4/2024).

Anies kemudian mengungkit era Orde Baru yang jauh dari prinsip demokrasi. Menurutnya, Megawati menjadi salah satu tokoh yang telah merasakan era Orde Baru hingga era Reformasi yang berjalan sampai saat ini.

"Apakah kita akan kembali ke era di mana praktik-praktik demokrasi menjadi seremonial saja karena semua sudah serba diatur. Kita ingat era seperti itu atau kita akan meneruskan proses yang sudah terjadi sejak reformasi," ujar Anies.

"Nah inilah persimpangan jalan dan saya rasa pesan dari Ibu Mega sebagai salah satu orang yang ikut dalam proses demokratisasi sejak tahun 90-an. Beliau merasakan ketika segalanya serba diatur, di mana pemilu dan pilpres pada masa itu nggak perlu ada surveyor karena semua sudah tau hasil," imbuhnya.

Dengan begitu, Anies menilai pandangan yang disampaikan Megawati itu memuat pesan moral kuat.

"Nah kemudian beliau menjalani selama lebih dari 25 tahun (era Reformasi), jadi sebagai seseorang yang pernah melewati semua itu mengirimkan pesan. Ini adalah pesan moral yang amat kuat yang harus jadi perhatian," kata Anies.

Sebelumnya, Megawati mengajukan diri sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan dalam sengketa Pilpres 2024 di MK. Dalam pendapat yang dikirimkannya ke Hakim MK, Megawati menyinggung soal Pilpres 2024 yang dinilai merupakan puncak kecurangan Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM).

Hal itu ditulis Megawati dalam suratnya kepada MK yang diserahkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto seperti dilihat, Selasa (16/4). Megawati awalnya mengungkit soal kompleksitas Pemilu di Indonesia yang disebutnya dimulai pada Pemilu 1971.

Dia mengatakan saat itu aparat negara digunakan sebagai alat elektoral dan alat represif. Dia kemudian mengungkit soal kepentingan geopolitik global terhadap Pemilu di Indonesia pada 1999, 2004 dan semakin menguat pada 2024.

"Politik bantuan sosial diterapkan secara masif pada tahun 2009 seiring dengan meningkatkan populisme," tulis Megawati dalam suratnya ke MK.

Sumber : detik 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel