Posisi dan Pengaruh Amicus Curiae dalam Sengketa Pilpres di MK

 

Jakarta - Sejumlah akademisi, seniman, mahasiswa, hingga politisi mengirim amicus curiae ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa hasil pemilihan presiden atau Pilpres 2024.

Terkini, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri hingga eks Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin mengajukan amicus curiae ke MK.

Amicus curiae merupakan konsep hukum yang memungkinkan pihak ketiga, yaitu mereka yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara, memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan di mana hanya sebatas memberikan opini, bukan melakukan perlawanan.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku pihak termohon angkat suara menanggapi amicus curiae yang diajukan sejumlah pihak ke MK.

Komisioner KPU Idham Cholik menyatakan bahwa amicus curiae tidak dikenal dalam proses penanganan sengketa hasil pemilu.

"Dalam Peraturan MK No 4 Tahun 2023, tidak ada istilah Amicus Curiae. Begitu juga dalam UU Pemilu No. 7 tahun 2017," kata Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik saat dihubungi, Rabu (17/4).

Idham lalu mengimbau semua pihak untuk menghormati proses yang dilakukan MK dalam mengadili sengketa hasil Pilpres 2024 sesuai kewenangan yang dimiliki.

Dia yakin MK independen dalam melaksanakan Rapat Permusyawaratan Hakim guna mengambil putusan atas sengketa Pilpres 2024.

"Saya sangat yakin Majelis Hakim MK akan melaksanakan ketentuan yang terdapat UU MK dan UU Kekuasaan Kehakiman yang sangat eksplisit. Dalam kedua UU tersebut, tidak ada istilah tersebut (amicus curiae)," kata dia.

Sementara itu, Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah menjelaskan amicus curiae sebetulnya tradisi di negara-negara penganut sistem common law.

Amicus curiae pertama kali terkenal di Indonesia dalam kasus mantan Presiden Soeharto vs Majalah Time pada tahun 2008 lalu.

"AJI dan jaringannya mengajukan apa yang disebut sebagai amicus curiae," kata Herdiansyah, Rabu (17/5).

Dalam konteks perselisihan hasil pemungutan suara (PHPU), Herdiansyah menganggap amicus curiae yang diajukan ke MK kini tak terlalu signifikan untuk mengubah putusan para hakim MK. Sebab, ia melihat nuansa politis di internal MK masih terlampau kuat.

"Dalam konteks PHPU, tidak terlalu signifikan, karena nuansa politis dalam tubuh MK masih terlalu kuat. Jadi sepertinya hasil akhir sudah ditentukan sebelum putusan dibacakan," kata dia.

Meski demikian, Herdiansyah mengatakan hakim wajib mempertimbangkan nilai-nilai yang berkembang di tengah masyarakat. Karena itu, ia menilai amicus curiae bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi hakim dalam memutus perkara.

Terpisah, Pakar hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Prof. Dr. Ni'matul Huda mengatakan kedudukan Megawati saat mengirim amicus curiae tidak pas.

Dia menjelaskan bahwa amicus curiae seharusnya dikirim oleh pihak ketiga atau bukan yang sedang berperkara. Sementara Megawati adalah ketua umum PDIP yang mengusung Ganjar-Mahfud dan menggugat ke MK.

"Memang dalam tulisan itu (Amicus Curiae) beliau (Megawati Soekarnoputri) menyebut sebagai warga negara Indonesia, tapi pemohon dalam sengketa pilpres salah satunya dari 03 yang didorong PDIP dan beliau ketuanya," kata dia.

Dia mengatakan amicus curiae juga tidak bisa dijadikan alat untuk menekan hakim MK dalam memutus perkara sengketa hasil pemilu.

Dia menjelaskan bahwa hakim MK harus independen dalam menentukan pandangannya. Termasuk ketika menanganani sengketa hasil pemilu.

Terpisah, kuasa hukum Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan menganggap MK tidak akan mempertimbangkan amicus curiae yang dikirim Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Otto menyebut Megawati tidak tepat bertindak sebagai amicus curiae dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024. Sebab menurutnya syarat terpenting amicus curiae yakni diajukan oleh pihak di luar perkara.

Sementara Megawati dalam perkara sengketa Pilpres 2024 termasuk pihak yang berperkara. Sebagaimana diketahui, PDIP merupakan partai pengusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang sedang berperkara di MK.

"Sehingga saya melihat ini dia tidak genuine sebagai sahabat pengadilan, karena dia pihak dalam perkara. Jadi saya katakan bahwa boleh-boleh saja itu diajukan, tapi menurut saya bukan sebagai amicus curiae," ujar Otto.

Sumber : CNN 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel