Eropa Kena Karma Tolak CPO RI? Harga Komoditas Ini Mau "Meledak"

 

Jakarta - Harga minyak zaitun telah meroket di seluruh Uni Eropa (UE). Hal ini terjadi saat Brussels menolak menerima sejumlah minyak sawit mentah (CPO) asal Indonesia karena aturan deforestasi.

Menurut data dari Eurostat, kantor statistik blok tersebut, harga minyak zaitun melonjak sebesar 50% secara tahunan di bulan Januari. Ini mengikuti peningkatan sepanjang paruh kedua tahun 2023, dengan lonjakan sebesar 37% di bulan Agustus dan kenaikan mengejutkan sebesar 51% di bulan November 2022.

Mengutip RT, laporan kenaikan harga ini seiring lonjakan harga bahan pokok di benua tersebut. Data menunjukan inflasi minyak zaitun sangat tinggi terutama di negara-negara Eropa Selatan, tempat produksinya sendiri.

Harga di Portugal misalnya, melonjak sebesar 69,1% pada bulan Januari dibandingkan tahun lalu. Kenaikan terbesar di seluruh blok tersebut, diikuti oleh Yunani dengan kenaikan sebesar 67%.

Di Spanyol, harga melonjak sebesar 62,9%. Padahal negeri itu adalah produsen dan eksportir minyak zaitun terbesar di dunia.

Di sisi lain, peningkatan juga terjadi di Rumania (13%), Irlandia (16%), dan Belanda (18%). Namun jumlahnya memang tak sesignifikan Portugal, Yunani dan Spanyol.

Sebenarnya, Eurostat tidak merinci penyebab lonjakan harga. Namun laporan media sebelumnya mengaitkannya dengan kondisi cuaca buruk di wilayah tersebut, termasuk gelombang panas ekstrem di negara-negara penghasil minyak zaitun, yang mengurangi hasil panen.

"Produksi dalam negeri berkurang lebih dari separuhnya pada tahun pertanian 2022-2023 menjadi 675.000 ton," menurut data Kementerian Pertanian.

Para pejabat di Spanyol memperkirakan produksi akan tetap di bawah rata-rata 1 juta ton pada tahun 2023-2024, yang berarti harga kemungkinan akan terus meningkat. Pakar industri telah memperingatkan bahwa penurunan harga tidak mungkin terjadi hingga setidaknya tahun 2025.

Kondisi ini sendiri terjadi saat sejumlah CPO asal Indonesia, yang dapat menjadi substitusi zaitun, tertahan dan tidak dapat dapat memasuki benua biru lantaran aturan deforestasi. Aturan ini memaksa produsen sawit agar dapat memenuhi aturan UE terkait pembukaan lahan.

Di sisi lain, ekspor produk sawit RI ke Eropa ambles 11,6% dari 4,13 juta ton di tahun 2022 menjadi 3,70 juta ton di tahun 2023. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, menyebut ini juga disebabkan kondisi ekonomi Benua Biru.

"USA masih dilanda inflasi yang di atas target, begitu juga dengan Eropa dimana kondisi ekonominya melemah dengan defisit fiskal yang meningkat diiringi inflasi yang masih tinggi," katanya Februari lalu.

Sumber : CNBC 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel