Rocky Gerung Angkat Bicara soal Pernyataan Sikap Kampus Terkemuka: Panggilan Moral dan Kemarahan
Saturday, February 3, 2024
Jakarta - Pengamat Politik Rocky Gerung menyebut pernyataan sikap yang dilontarkan oleh dewan guru besar dan civitas akademika dari berbagai kampus di Indonesia merupakan panggilan moral yang mewakilkan suara oposisi setelah partai politik tutup suara.
Ia mengatakan apa yang dilakukan oleh UGM, UII, UI, Universitas Andalas, Unpad, Brawijaya, untuk menyuarakan kerisauan adalah bentuk kemarahan atas pelaksanaan demokrasi hari ini.
"Jadi kalau ada kampus yang berupaya untuk menjadi konservatif dengan menerangkan ini (pernyataan sikap) merupakan politisasi atau partisan, gimana? kalau semua sudah jadi partisipan artinya soal moral itu sudah jadi pertaruhan terakhir," kata Rocky Gerung pada Sabtu, 3 Febuari 2024.
Rocky mengatakan apa yang dilakukan oleh kampus-kampus ini merupakan perwakilan dari kampus di Indonesia untuk menyuarakan politik yang telah mengalami delegitimasi saat ini. Sebab menurut Rocky, hal Ini sudah tidak dapat diselamatkan lagi dengan hukum.
"Karena hukum itu bekerja kalau ada ketertiban, sekarang udah tidak ada ketertiban," katanya.
Ia juga mengatakan, sebelum kampus menyatakan sikap terkait Jokowi, mahasiswa sudah lebih dulu menyuarakan. Apa yang dilakukan kampus merupakan tindak lanjut dari mahasiswa. "Kalau ada yang menghalang-halangi itu konyol namanya," katanya.
Sejumlah sivitas akademika dari beberapa perguruan tinggi di Indonesia menyampaikan kritik terhadap pemerintah Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjelang Pemilu 2024. Kritik tersebut dilakukan setelah Jokowi menyampaikan pernyataan bahwa presiden boleh memihak dan berkampanye.
Jokowi sebelumnya mengatakan presiden dan menteri boleh berkampanye asalkan tidak menyalahgunakan fasilitas negara. “Presiden itu boleh kampanye. Boleh memihak. Kita ini kan pejabat publik, sekaligus pejabat politik. Masa nggak boleh,” katanya setelah menyerahkan pesawat tempur ke Tentara Nasional Indonesia (TNI) bersama Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto di Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu, 24 Januari 2024.
Sebelumnya sejumlah guru besar, dosen dan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) berkumpul di Balairung UGM. Mereka mengingatkan Jokowi yang dinilai sudah keluar jalur melalui Petisi Bulaksumur dan menyanyikan Himne Gadjah Mada.
“Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga menjadi bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada,” kata Profesor Koentjoro di Balairung UGM, Yogyakarta, Rabu, 31 Januari 2024.
Mereka menyinggung pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi (MK), keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum, serta pernyataan kontradiktif Jokowi terkait keterlibatan pejabat publik dalam kampanye antara netralitas dan keberpihakan. Menurut mereka, semua itu merupakan bentuk penyimpangan dan ketidakpedulian terhadap prinsip demokrasi.
“Presiden Jokowi sebagai alumni seharusnya berpegang teguh pada jati diri UGM, yang menjunjung tinggi nilai Pancasila dengan ikut memperkuat demokrasi agar berjalan sesuai dengan standar moral yang tinggi dan dapat mencapai tujuan pembentukan pemerintahan yang sah supaya melanjutkan estafet kepemimpinan dan mewujudkan cita-cita luhur sesuai dengan UUD 1945,” ujar Koentjoro.
UII Kecam Sikap Kenegarawanan Jokowi
Selang sehari, sivitas akademika Universitas Islam Indonesia (UII) turut menyampaikan kritik kepada pemerintahan di era Jokowi. Dalam pernyataan sikap yang bertajuk Indonesia Darurat Kenegarawanan, guru besar, dosen, mahasiswa dan alumni UII memulainya dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Himne UII.
“Ada gejala sikap kenegarawanan Presiden Jokowi yang pudar,” kata Rektor UI Profesor Fathul Wahid di halaman Auditorium Kahar Muzakir, Kampus Terpadu UII, Sleman, Yogyakarta, Kamis, 1 Februari 2024.
Adapun gejala yang dimaksud, menurut mereka, terdiri dari empat indikator. Pertama, pencalonan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang didasarkan oleh putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 sarat intervensi politik. Kedua, pernyataan ketidaknetralan Jokowi yang membolehkan presiden untuk berpihak dan berkampanye.
Ketiga, distribusi bantuan sosial (bansos) langsung oleh presiden ditengarai kental akan nuansa politik praktis. Keempat, mobilisasi aparatur negara untuk memberikan dukungan terhadap pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) tertentu sebagai tindakan melanggar hukum sekaligus melanggar konstitusi.
Sumber : Tempo