Melihat yang 'Tersembunyi' di Balik Ledakan Suara Prabowo-Gibran

 

Jakarta - Perolehan suara Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka meledak. Melebihi prediksi. Apa yang sebenarnya terjadi?
Berdasarkan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei pada Kamis (15/2/2024), Prabowo-Gibran memperoleh 58 persen dari total suara. Disusul Anies-Muhaimin di angka 24 persen dan Ganjar-Mahfud 16 persen.

"Kami tidak mengira angka quick count setinggi ini. Ini angka yang setinggi ini, saya yakin ini angka yang tinggi ini karena angka anak-anak muda semua," kata Gibran di depan pendukung di Istora Senayan, Jakarta, malam itu, Rabu (14/2/2024).

Tepuk tangan dan sorak sorai bergemuruh. Gibran orasi usai Prabowo. Keduanya kompak berseragam kemeja kotak-kotak biru.

Jika dilacak dari survei-survei sebelum pencoblosan, perolehan Prabowo-Gibran 58 persen boleh dibilang mengagetkan. Terjadi ledakan. Dalam survei sebelumnya, angka pasangan calon nomor urut 2 ini maksimal 50 persen.

Berikut ini data survei sepekan sebelum pencoblosan:

Indikator Politik

Prabowo-Gibran 48,55%
Anies-Muhaimin 24,17%
Ganjar-Mahfud Md 21,60%
Tidak tahu 5,68%

LSI Denny JA

Prabowo-Gibran 50,7%
Anies-Muhaimin 22%
Ganjar-Mahfud Md 19,7%
Suara tidak sah 0,7%
BM/Rahasia/TT/TJ 6,9%

Charta Politika

Prabowo-Gibran 42,2%
Ganjar-Mahfud Md 28%
Anies-Muhaimin 26,7%
Tidak jawab/tidak tahu 3,1%

Populi Center

Prabowo-Gibran 52,5%
Anies-Muhaimin 22,1%
Ganjar-Mahfud Md: 16,9%
Belum memutuskan: 6,3%
Menolak menjawab: 2,2%

Belajar dari Everybody Lies
Bisa jadi, responden yang saat survei dilakukan dan menjawab belum memutuskan atau tidak tahu, pada akhirnya mencoblos Prabowo-Gibran. Atau, bisa jadi, banyak pemilih yang 'menyembunyikan' pilihan dengan alasan tertentu.

Fenomena seperti ini pernah terjadi di Amerika Serikat (AS). Ilmuwan data dan ekonom AS, Seth Stephens-Davidowitz, mengulasnya dalam Everybody Lies (2018). Dia menggunakan data di mesin pencarian Google, menguak preferensi tersembunyi pemilih saat Donald Trump menang atas Hillary Clinton.

Davidowitz mencontohkan, data digital sebelum pemilihan menujukkan pencarian atas 'Trump Clinton ...' lebih banyak dibanding 'Clinton Trump ...' Berdasarkan pengalaman tiga Piplres AS sebelumnya, urutan nama di dalam pencarian menentukan kecenderungan orang menjatuhkan pilihan.

Juga ada petunjuk di mesin pencarian bahwa Trump akan mendapatkan hasil lebih baik daripada prediksi beragam survei. Warga kulit hitam misalnya, berdasarkan survei, ramai-ramai akan datang menentang Trump. Namun pencarian Google menunjukkan sebaliknya. Hasilnya, Trump unggul di kawasan-kawasan yang ditinggali mayoritas kulit hitam.

"... bahwa jajak-jajak pendapat meleset karena para responden entah berbohong kepada diri sendiri atau tidak nyaman mengungkapkan preferensi sejati mereka kepada petugas survei," tulis Davidowitz yang juga mantan analis data Google ini.

Dalam konteks ini, bukan survei yang salah atau tidak ilmiah melainkan respondennya yang bermasalah. Mereka 'berpura-pura sempurna'-meminjam lirik lagu Hati yang Bersedih (Ghea Indrawari), ingin terlihat demokratis, toleran, dan sikap baik lainnya demi mendapatkan pengakuan sosial. Maka itu, mereka memalsukan jawaban survei. Di dunia psikologi, menurut Davidowitz, ini dikenal dengan social desirability bias.

Responden survei ngibul-saya lebih suka memakai istilah ini daripada bohong agar tak terpeleset dalam aspek moral. Poinnya adalah orang-orang menyembunyikan pilihan capres atau partai, pada saat bersamaan 'curhat' di internet-mesin pencarian. Di dunia maya, 'serum kebenaran'-istilah Davidowitz, terungkap!

Tentu, AS dan Indonesia tak sama. Trump dan Prabowo beda. Tapi bisa saja perilaku pemilih berkarakter serupa. Banyak yang menyembunyikan pilihan. Diam-diam telah menentukan pilihan ke Prabowo-Gibran tanpa 'selebrasi'. Tanpa aktualisasi apa pun. Toh hal itu sifatnya privasi dan rahasia kan?

Beberapa minggu sebelum pencoblosan, saya sempat mengutak-atik keyword pencarian tiga bulan terakhir dengan memakai tools sederhana. Mencoba simulasi capres-cawapres dengan variasi tertentu. Hasilnya, Prabowo-Gibran berada di posisi atas. Disusul Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud. urutannya persis seperti hasil quick count.

Ah, namanya juga utak-utik. Biasanya gatuk atau klop. Mari kita tunggu hasil resmi penghitungan KPU. Apa pun hasilnya, Pemilu 2024 demi Indonesia lebih baik.

Sumber : detik 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel